Wednesday, August 5, 2015

Batu Satam

Batu Satam adalah batuan khas Indonesia yang ditemukan di pulau Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Batu ini berwarna hitam dan memiliki urat-urat yang khas.Batu Satam termasuk kedalam batuan langka. Batu ini terbentuk dari hasil proses alam atas reaksi tabrakan meteor dengan lapisan bumi yang mengandung timah tinggi jutaan tahun lalu. Serpihan batu meteor itu tersebar keseluruh pelosok dunia seperti Australia, Cekoslovakia, Arab, dan di Indonesia tepatnya di pulau Belitung. Saat jatuh diatas tanah pulau Belitung, meteor ini bereaksi dengan kandungan timah yang sangat banyak yang terdapat dipulau Belitung, sehingga membentuk batu hitam yang kemudian dinamakan Batu Satam. Karena proses inilah Batu Satam hanya terdapat di Indonesia dan menjadi batuan langka yang diburu para kolektor batu diseluruh dunia. Di Belitung sendiri batu satam ini di jadikan sebagai ikon dari ibu kota Belitung yaitu Tanjung Pandan.



Batu Satam





Batu Satam pertama kali ditemukan di Pulau Belitung pada tahun 1973. Di Desa Buding, Kecamatan Kelapa Kampit. Batu ini ditemukan secara tidak sengaja oleh penambang timah beretnis China dalam penambangan timah dengan kedalaman 50 meter. Menurut Sejarah, penamaan Baru Satam ini didasarkan pada nama penemunya yang terdiri dari dua suku kata, yaitu Sa dan Tam. Jika diartikan secara harfiah, Sa berarti pasir dan Tam berarti empedu. Sehingga Satam memiliki arti empedu pasir. Batu Satam memiliki beberapa nama yakni Taktite dan Billitonit. Istilah Taktite digunakan oleh para ilmuan yang meneliti Batu Satam, sedangkan istilah Billitonit digunakan oleh seorang peneliti dari Belanda bernama Ir. N. Wing Easton yang melakukan penelitian terhadap Batu Satam pada tahun 1922. Batu satam sudah diuji oleh Fakultas MIPA Universitas Padjajaran dan Laboratorium Kimia Mineral dan Lingkungan. Menurut penelitian ilmiah sekitar 700 ribu tahun lalu, sebuah meteor jatuh ke bumi Indonesia. Meteor inlah yang kemudian menjadi cikal bakal Batu Satam.

Proses Pembentukan
Sekitar 780.000 tahun yang lalu sebuah asteroid yang besar menabrak bumi di Laut Cina Selatan (kemungkinan di Teluk Tonkin). Asteroid ini bergerak dari barat laut ke tenggara dan menabrak bumi dengan sudut tabrakan yang kecil. Pada tahap awal dari tabrakan, energi kinetis dari asteroid yang menabrak bumi ini melelehkan dan menghantarkan momentum kepada lapisan atas dari batuan di permukaan bumi (seperti pasir dan lumpur) di daerah tabrakan. Lapisan yang meleleh, terdiri dari batuan yang mencair, meninggalkan atmosfer bumi dan pecah menjadi batu semi cair berbentuk bulatan-bulatan kecil (globules) yang bernama tektite. Globules ini membentuk bola, dumbbells atau air mata, tergantung pada kecepatan rotasi yang terjadi saat pembentukan batu tektites atau batu satam itu. Batu Satam yang berbentuk bola, dumbbells dan air mata mendingin dengan cepat, begitu cepat sehingga mereka membentuk kaca (sama dengan kaca, tetapi tidak murni, seperti di botol anggur atau bir modern). Sekitar lima hingga enam menit setelah tabrakan dengan asteroid terjadi, bola yang sekarang telah membeku dan menjadi solid mulai masuk kembali ke atmosfer bumi dan jatuh di Belitung. Karena Batu Satam itu memasuki kembali atmosfer bumi dengan kecepatan tinggi, gaya gesekan yang dialaminya memanaskan bagian depan dari batu ini. Bila kaca dipanaskan dengan tidak merata (perbedaan temperatur yang besar antara bagian depan dan belakangnya), ia akan pecah. Seperti menuangkan air mendidih kedalam gelas minum. Bagian depan dari Batu Satam ini akan membentuk pecahan-pecahan kecil. Pecahan ini ditingkatkan juga oleh tekanan yang intens karena perlambatan kecepatan. Kecepatan kosmik yang dibawa oleh momentum Batu Satam ini pada akhirnya akan berkurang dan pecahnya batuan juga akan berkurang. Karena ini Batu Satam akan jatuh ke bumi dengan gravitasi dengan gerakan yang lebih vertikal. Di bumi Batu Satam dibawa oleh air sungai dan mungkin tererosi. Pada akhirnya Batu Satam akan tergabung dengan endapan sediment yang biasanya juga mengandung timah (tererosi dari deposit panas bumi yang terkait dengan intrusi batu granit). Di dalam tumpukan pasir yang berporositas tinggi, air tawar akan dengan sangat perlahan mengukir Batu Satam tersebut. Retakan setipis kertas (terbentuk karena gelas itu dipanaskan saat memasuki kembali atmosfer bumi) akan diperbesar dan membentuk parit kecil berbentuk U. Perhatikan bahwa parit berbentuk U ini hanya terbentuk di bagian yang terpanaskan, bagian depan dari Batu Satam (Tektite). Bagian belakang dari Batu Satam ini tetap seperti aslinya, berbentuk bola.

Ciri Khas
Batu Satam memiliki ciri-ciri berbentuk fisik bulat,lonjong,dan ada pula yang berbentuk tak beraturan atau dalam bentuk sudah pecah atau terbelah yang sering di sebut dengan suiseki. Ciri khas batu ini adalah pada permukaan batu memiliki goretan yang terukir secara alami,tergesek melalui arus air di bawah tanah pada lapisan tanah dengan kedalaman kurang lebih 50 meter.

Manfaat
Batu satam menjadi kebanggan Pulau Belitung. Kini, produksi Batu Satam digunakan sebagai cindera mata khas pulau Belitung, seperti, perhiasan terutama untuk dipakai wanita berupa cincin, giwang, atau liontin. Dalam kreasi yang beragam bisa juga dibuat tongkat yang bermata batu satam, cincin pria, dan sebagainya. Selain sebagai cindera mata, beberapa orang mempercayai bahwa batu satam memiliki kekuatan tersendiri, yaitu sebagai penangkal racun, penolak jin, dan setan.



https://id.wikipedia.org/wiki/Batu_Satam

Ini Satam-ku